Menjelang awal dan akhir bulan Ramadhan, tema hisab dan rukyat selalu menjadi pusat pembicaraan umat Islam di mana-mana, termasuk di Indonesia.
Hisab adalah metode penentuan awal atau akhir bulan berdasarkan perhitungan astronomi atau ilmu falak. Rukyat adalah metode penentuan awal atau akhir bulan berdasarkan pandangan mata secara langsung.
Posisi Bulan dan Matahari
Perhitungan bulan dalam Islam didasarkan pada posisi relatif Bulan terhadap Matahari jika dilihat dari Bumi (pengertian posisi Bulan dan Matahari dalam tulisan ini akan selalu mengacu asumsi jika dilihat dari Bumi). Awal bulan terjadi saat posisi Bulan secara relatif mulai menjauh dari Matahari, sementara pertengahan bulan atau Bulan purnama terjadi ketika posisi Bulan secara relatif mencapai jarak terjauh dari Matahari sebelum kembali lagi mendekat menuju akhir bulan.
Penentuan awal hari atau pergantian tanggal dilakukan pada saat Matahari terbenam karena pada saat itulah Bulan mulai dapat dilihat secara visual. Demikian juga penentuan awal atau akhir bulan. Menjelang akhir bulan, Bulan sama sekali tidak terlihat secara visual karena posisinya ada di bawah Matahari. Karena itu, jika Bulan mulai terlihat setelah hari sebelumnya tidak terlihat, hal itu menandakan bulan sudah berganti.
Bantuan "software"
Karena periode putaran Bulan mengelilingi Bumi adalah sekitar 29,49 hari, umat Islam selalu melakukan rukyatul hilal (melihat Bulan) pada hari ke 29 dari bulan Hijriah. Jika pada hari ke 29 saat Matahari terbenam Bulan terlihat, saat itu adalah tanggal 1 bulan berikutnya. Sebaliknya, jika Bulan tidak terlihat, tanggal 1 bulan berikutnya adalah esok harinya setelah Matahari terbenam.
Dengan metode hisab, apalagi dengan bantuan software komputer, penentuan awal dan akhir bulan relatif lebih mudah. Dengan bantuan software, hisab tidak lagi cuma hitung-hitungan, tetapi juga dapat dilihat secara visual.
Sebagai gambaran, perhatikan gambar 1 dan gambar 2.
Gambar 1 menunjukkan posisi Bulan dan Matahari pada 16 Mei 2007, beberapa menit menjelang Matahari terbenam di ufuk barat. Di situ dapat dilihat bahwa dengan lebih dulunya Bulan terbenam daripada Matahari menunjukkan bulan yang berjalan (rabi’ul tsani) belum berakhir.
Sementara itu, pada 17 Mei 2007, sebagaimana ditunjukkan gambar 2, posisi Matahari yang lebih dulu terbenam daripada Bulan menunjukkan bulan berjalan sudah berakhir sehingga tanggal 18 Mei 2007 sudah masuk tanggal 1 Jumadil Awal.
Perbedaan posisi Bulan dan Matahari yang jelas, seperti dua gambar itu, umumnya tidak menimbulkan perbedaan dalam penentuan awal bulan, baik dengan metode rukyat maupun metode hisab. Perbedaan mungkin terjadi ketika jarak Bulan dan Matahari amat tipis sehingga, walaupun dengan metode hisab terlihat bahwa Matahari lebih dulu terbenam daripada Bulan, dengan metode rukyat, Bulan amat sulit terlihat.
Kasus yang paling dekat adalah penetapan 1 Syawal 1427 H yang lalu. Dengan bantuan software, dapat dilihat bahwa pada 22 Oktober 2006 menjelang Matahari terbenam, posisi Bulan dan Matahari seperti ditunjukkan gambar 3.
Dari gambar itu terlihat, menurut metode hisab, Matahari lebih dulu terbenam daripada Bulan (dengan selisih waktu sekitar empat menit) sehingga 23 Oktober 2006 sudah masuk 1 Syawal 1427 H. Namun, perbedaan posisi Bulan dan Matahari yang tipis menyulitkan metode rukyat untuk dapat melihat Bulan, baik dengan mata telanjang maupun dengan bantuan teleskop, sehingga mereka yang lebih mengandalkan rukyat berlebaran pada 24 Oktober 2006.
Penentuan Ramadhan
Lalu bagaimana dengan 1 Ramadhan dan 1 Syawal tahun 1428 H yang akan kita jalani?
Inilah perkiraan posisi Bulan dan Matahari (menjelang Matahari terbenam) pada 12 September 2007 dan 11 Oktober 2007 (gambar 4 dan 5).
Dari gambar itu dapat disimpulkan, untuk awal Ramadhan kemungkinan besar tidak akan ada perbedaan antara metode hisab dan rukyat. Tanggal 1 Ramadhan kemungkinan besar jatuh tanggal Masehi yang sama, yaitu 13 September 2007.
Namun, untuk 1 Syawal tampaknya perbedaan posisi Bulan dan Matahari lebih tipis lagi dibandingkan dengan posisi pada 1 Syawal 1427 H tahun lalu. Jika pada tahun lalu selisih waktu terbenamnya Matahari dan Bulan adalah sekitar empat menit, tahun ini diperkirakan selisih itu hanya sekitar dua menit.
Jadi, tampaknya kita harus kembali bersiap-siap untuk shalat Idul Fitri tidak pada hari yang sama tahun ini.
Ichwan Pemerhati Astronomi
Sumber : Kompas.co.id
KApan ya sholat Ied bisa dilakukan serentak lagi tanpa ada perbedaan hari....
ReplyDeletemeskipun manusia sama2 berpikir, hasil pikiran berbeda2; meski sama2 berpengetahuan, sumbernya berbeda2; sama2 berkeyakinan, dasarnya berbeda2.
ReplyDeletebiarlah kebenaran mutlak milik Yang Maha Kuasa, kebenaran relatif milik manusia yang bergelimang kebodohan ini.
mohon maaf lahir batin. salam.
assalamu'alaikum.
ReplyDeleteKemulyaan Hanya Milik Allah , Rasul-Nya dan Orang-Orang yang beriman.
kullu 'aamin wa ntum bi khoir minal aidin wal faizin mohon maaf lahir batin...
tidak ada kata terlambat untuk mengucap kata maaf n silaturahim.
perbedaan penepatan hari eid itu udah ada sejak dulu , n tidak usah dipermasalahkan, hisab n ru'yat memang cara untuk menetapkan tanggal 1 syawal , n berbeda dalam berfikir itu biasa jika sebatas furu' saja. Ambil aja hikmah dibalik itu.
"'Alaikum bil jama'ati , Aljamaatu Rahmatun, wal Furqotu 'Adzabun"
ibnu isa
salam kenal buat mas Azwar , blognya keren ... , perlu di contoh bagi orang wam seperti saya....
wassalamu'alaikum